Tragedi Sampali Deser, Dugaan Kolusi Mafia Tanah dan Oligarki dalam Penggusuran Warga dan Sekolah, Publik Desak Presiden Prabowo Bertindak




Jakarta | Portalbhyangkara.web.id

19 Juni 2025 – Isu penggusuran paksa yang terjadi di kawasan Sampali, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, kembali memicu sorotan tajam dari berbagai kalangan. Sejumlah tokoh dan organisasi masyarakat, termasuk Jurnalis Senior Dr. Bernard BBBI Siagian, SH.MAKp (Ketua Umum DPP GAKORPAN), Relawan Emak-emak RPG 08, Bunda FS Pinem dari POSBAKUM Sampali Deser, PPWI Rusman Pinem S.Sos, hingga LBH Pers dan Gerakan Solidaritas Nasional Suara Rakyat, mengecam keras tindakan represif aparat dan dugaan keterlibatan mafia tanah dalam tragedi tersebut.

Penggusuran yang terjadi pada 19 Juni 2025 melibatkan ratusan oknum berbaju loreng yang diduga berasal dari ormas, Satpol PP, dan aparat kepolisian Deli Serdang. Aksi ini dinilai sebagai bentuk keberpihakan terhadap kepentingan investor dan pengusaha besar, yang menjadikan rakyat kecil sebagai korban.

“Ini bukan hanya penggusuran, tapi tragedi kemanusiaan,” ujar Dr. Bernard Siagian. “Warga, termasuk anak-anak PAUD dan sekolah, digusur secara paksa dari tanah yang mereka huni lebih dari 65 tahun tanpa adanya keputusan inkrah dari Mahkamah Agung. Ini cacat hukum dan melanggar HAM.”

Menurut para tokoh, lahan seluas 52 hektare yang dikuasai PTPN II sejak tahun 1954 seharusnya sudah kembali ke negara pasca berakhirnya masa HGU. Namun ironisnya, lahan tersebut justru dijual kepada pengembang besar seperti CitraLand dan PT Nusa Dua, tanpa proses pelepasan hak yang jelas kepada rakyat penggarap.

“Proposal sporadik sejak 1999 sudah diserahkan ke Presiden RI waktu itu. Bahkan SK BPN Sumut No. 42 dan 43 tahun 2002 telah dikeluarkan. Tapi pelaksanaannya? Nol besar,” ungkap Bunda Pinem, perwakilan relawan emak-emak.

Warga menyebut tindakan PTPN II dan pengembang sebagai bentuk kapitalisme gaya baru. “Harga tanah ditekan serendah-rendahnya. Petani hanya bisa menangis karena kehilangan tempat tinggal, bahkan untuk makan pun susah,” ujar Rusman Pinem dari PPWI.

Gerakan rakyat kini mendesak intervensi Presiden RI H. Prabowo Subianto agar proyek pembangunan hunian elite CitraLand dihentikan. Mereka juga meminta KPK, Kejaksaan Agung, dan Mabes Polri membongkar praktik dugaan korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan tanah negara oleh oknum Direksi PTPN II.

“Rumah Sakit Eks Tembakau Deli yang diwariskan keluarga De Mayer malah diklaim sebagai milik Sultan Deli dan PT Nusa Dua. Ini harus diluruskan. Plang nama PTPN II dan PT Nusa Dua harus dicabut demi menghentikan keresahan masyarakat,” tegas Bunda FS.

Mereka juga menyoroti fenomena tanah eks HGU seluas 5.873,06 hektare yang seharusnya dikembalikan ke negara tapi justru jatuh ke tangan pengembang dan oligarki.

Tragedi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi peran dan kinerja aparat keamanan. “Kami mendesak institusi Polri menjadikan momen HUT ke-79 pada 1 Juli 2025 sebagai titik balik. Kembalikan kepercayaan publik, stop jadi alat penguasa atau pengusaha hitam,” kata Dr. Bernard. 

Di tengah pembangunan proyek Sport Center dan Kota Satelit mewah, rakyat kecil terpinggirkan. Para tokoh menyerukan penyelidikan terbuka terhadap seluruh proses jual beli tanah eks HGU, serta penghentian seluruh aktivitas penggusuran paksa tanpa putusan pengadilan. Res

Baca Juga
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama